Begin Again [Part 11]

Title: Begin Again





Author: Hirooka (@HirookaRei)





Rating: M





Genre: Romance





Length: Chapter





Cast:





Cho Kyu-Hyun


Hiragawa Yukino








Disclaimer:


Kyu-Hyun belong himself and Yukino is Mine. Aku suka karakter Kyu-Hyun yang melankolis dan Yukino yang kasar. So, Watched it Begin Again.





Summary :


Takdir mereka di akhir cerita memang tak dapat menyatukan keduanya. Kyu-Hyun memiliki Hyun sebagai hadiah terindah dari Yukino. Dan Yukino mendapatkan ketenangan hidupnya setelah semua mimpi buruknya usai. Namun, saat jalan takdir sekali lagi membuat mereka bertemu, akankah cerita ini dapat dimulai kembali?
















***








[Backsound : Bella’s Lullaby]





[Backsound : Yui – Please Stay With Me]








*Yukino’s POV*





Derak batang pohon plum yang bersentuhan dengan bibir jendela kamar membuatku kembali terjaga. Sinar bulan yang diselimuti oleh gumpalan kapas berwarna hitam membuat keadaan di luar sana gelap. Hanya bias cahaya remang dari lampu jalanlah yang meyakinkanku bahwa bumi masih berputar. Dan aku masih hidup.





Untuk kesekian kalinya, selama hampir setengah hidupku, aku tak dapat memejamkan mata di malam hari. Kuhembuskan nafas berat, lelah. Aku ingin tidur seperti orang normal tanpa harus terbangun di tengah malam yang sunyi dan menakutkan akibat mimpi buruk atau hanya sekedar bunyi kecil, seperti baru saja.





“Tsukareru.. (melelahkan..)”gumamku seraya menyibak dengan kasar selimut yang menutupi sebagian tubuhku.





Kembali kulangkahkan kaki ini keluar. Sendiri, kutelusuri koridor tanpa memperdulikan hawa dingin yang segera merengkuh tubuhku dalam pelukannya. Kimono yang kukenakan terlalu tipis untuk menghalau hembusan angin dingin dari hujan salju malam ini.






“Okusama.”sapaan formal salah satu pengawal menyambutku ketika sampai di pintu keluar menuju taman belakang. “Anda ingin berlatih di Dojo, Okusama?”lanjut pengawalku dan aku hanya menjawabnya dengan anggukkan.





“Kalau begitu saya akan menyiapkan tempat latihan untuk anda. Silahkan, Okusama.”ujarnya sekali lagi dengan mempersilahkan diriku agar berjalan mengikutinya. Akan tetapi aku menghentikannya. “Hitsuyo wa arimasen, Toda-san. Aku akan melakukannya sendiri. Kau kembali saja berjaga.”ujarku dan Toda membalasnya dengan membungkukkan tubuhnya penuh hormat.





Aku ingin sendirian. Karena hanya dengan sendirian aku bisa merasa tenang dan santai. Mungkin inilah yang menjadi salah satu alasan tak terucap yang selalu membuatku terjaga setiap malam. Mencari sebuah ketenangan untuk diri sendiri.






***








Derak lantai kayu yang kutapaki dan bunyi anak panah menusuk papan target, menjadi lagu yang menemani kesendirianku di dalam ruang Dojo. Dengan pikiran kosong dan hati yang terasa hampa, kuhempaskan anak panah dari kekangan tali busur. Perasaan yang begitu familiar dan menenangkan ini membuatku nyaman. Tetapi, jauh di dalam sana, ada sesuatu. Sesuatu yang selalu saja berdesakkan memenuhi relung hati yang terasa hampa ini. Sesuatu yang berlomba untuk memberiku sebuah tusukkan kecil yang membuatku meringis dalam diam.





Kehilangan. Kesepian. Dan luka. Semua itu masih teramat jelas kurasakan. Terlebih, setelah kepergian dua orang penting dari masa laluku sebagai Hye-Jin, rasa itu semakin menderaku. Ya, setelah kepergian Han Ahjumma dan Lee Ahjussi 2 tahun yang lalu, rasa sepi semakin meraja di diriku. Bahkan ketika aku tengah bersama ayahku, aku tidak dapat menghilangkan rasa kesepian dan kehilangan yang kurasakan.





Kehilangan Han Ahjumma, aku masih dapat bertahan karena ada Lee Ahjussi yang menghiburku. Tetapi saat Lee ahjussi juga harus menyusul Han ahjumma ke dalam pelukan Tuhan, aku tak dapat menyembuhkan diriku. Aku hanya dapat menyembunyikan duka itu di balik wajah dingin dan sikap acuh. Kehilangan mereka berdua, merupakan sebuah kehilangan besar dari Hiragawa Yukino.





“Ah!”ringisku cukup keras ketika bibir anak panah yang tajam merobek salah satu sisi telapak tanganku.





Setelah meletakkan busur di lantai, kutatap telapak tangan kiriku. Ruas di antara jari telunjuk dengan ibu jariku kini mengalirkan darah segar. Kulit yang membungkus, kini terkoyak, terlukis luka cukup dalam disana.





‘Kalau latihan memanah, sebaiknya kau gunakan plester untuk melindungi jarimu. Aku sudah sering memberitahumu kan kalau jari seorang manusia itu sangat penting.’





Aku melihatnya berdiri dihadapanku, kemudian meraih tanganku yang terluka. Bukan hanya itu, aku pun dapat melihat kecemasan di sepasang mata teduhnya ketika ia memperhatikan setiap inci ruas jariku yang terluka.





‘Aku sudah beberapa kali memperingatkanmu mengenai hal ini. Aku tidak yakin sudah berapa banyak peringatan itu kukatakan padamu. Tetapi, kau selalu saja tidak mendengarnya. Kau benar-benar keras kepala Yoon Hye-Jin.’ lanjutnya sambil menggelengkan kepala saat menatapku. Bahkan kini aku merasakan kehangatan yang mengalir lewat genggamannya di tanganku.





Aku berdiri dengan mata membulat menatapnya. Wajah gembira itu membuatku terpaku.





‘Jangan selalu membuat dirimu terluka. Dasar bodoh!’cibirnya dengan senyum lembut.





Dan seiring dengan senyum itu, kehangatan yang membalut telapak tanganku pun menghilang. Sosok tinggi tegap yang baru saja berdiri dihadapanku kini tidak ada lagi. Hanya ada aku di tengah ruang Dojo. Hanya ada aku yang berdiri tegap dengan tangan terluka. Sosok yang selalu meraih tanganku ketika terluka karena anak panah, tidak ada. Cho Kyu-Hyun. Orang itu tidak ada disini untuk melakukannya.





“Apa yang baru saja kupikirkan..”gumamku dengan mencibir diriku sendiri.






Kuangkat wajahku. Lalu kulihat sekelilingku. Ditengah ruang Dojo yang sunyi, hanya ada aku. Aku berdiri disini, sendiri. Ditempat ini hanya ada aku, Hiragawa Yukino. Tidak ada orang lain selain aku. Karena sejak awal Yukino hanya sendirian. Dan selalu seperti itu.





*Yukino’s POV end*





Ruang Dojo itu hanya diterangi oleh sinar temaram dan sosok Yukino hanya terlihat seperti bayangan. Gadis itu berdiri tegap dengan kedua tangan mengepal disisi tubuhnya. Sedangkan kedua matanya menatap nanar ke tempat dimana bayangan Kyu-Hyun baru saja singgah di alam bawah sadarnya. Yukino terlihat bagaikan seorang ksatria wanita yang baru saja kalah dari peperangan, tertegun.






***








Cukup banyak hari berlalu sejak pertemuan terakhir keduanya. Sejak jamuan minum teh di kediaman Hiragawa Akihito.





Kini Kyu-Hyun maupun Yukino menjalani hidupnya masing-masing, dengan kesibukannya masing-masing.





Yukino terlihat sibuk dengan pekerjaannya. Seperti biasanya. Seperti hari-hari sebelumnya, berbulan bahkan bertahun-tahun sebelumnya. Wanita cantik itu terlihat sempurna dan kuat. Terlihat berbeda dengan wanita pada umumnya. Sosoknya yang keras membuatnya berada di puncak. Tangan dinginnya dalam berbisnis selalu membawanya dalam kesuksesan.





Sedangkan Cho Kyu-Hyun sudah kembali pada pekerjaannya, sebagai pegawai dan juga sebagai seorang ayah.





“Appa neomu neomu mianhae, Hyun-ah. Untuk pertemuan berikutnya, pasti appa akan datang. Oh?”ujar Kyu-Hyun yang tengah sibuk memilah serta memasukkan map berisi dokumen kerjanya ke dalam tas. Sedangkan Hyun, ia hanya mengikat tali sepatunya dengan malas tanpa menatap sang ayah.





“Tapi kau sudah berjanji sebelumnya bahwa kau akan datang kali ini. Apa kau tahu kalau teman-temanku selalu saja mengolok-olokku karena hal ini..”gumam Hyun pelan yang membuat sang ayah berhenti dengan aktivitasnya.





“Mworago? Apa yang baru saja kau katakan, Hyun?”wajah Kyu-Hyun terlihat begitu perduli pada Hyun. Ia cemas.





“Tidak ada. Aku hanya mengatakan, aku lebih suka masuk ke sekolah Korea.”jawab Hyun tidak sungguh-sungguh sambil menyampirkan tas punggungnya.





“Hyun, bukankah kita juga pernah membicarakan ini. Appa bukan tidak ingin mendengar pendapatmu, hanya saja sekolah Korea disini letaknya terlalu jauh. Appa akan kesulitan mengantar dan menjemputmu jika sekolahmu tidak searah dengan kantorku.”ujar Kyu-Hyun yang kini sudah berlutut dihadapan Hyun.





“Arraseo. Ayo kita pergi, Kyu-Hyun. Aku tidak mau terlambat seperti kemarin. Kau tahu, aku harus membersihkan toilet karena kau membuatku terlambat.”ujar Hyun santai dan berjalan keluar.





“Ya! Sejak kapan kau memanggilku dengan nama. Hentikan kebiasaan buruk itu atau appa akan menghukummu.”ancam Kyu-Hyun dengan wajah dibuat garang dan kedua tangan diletakkan di pinggang.





“Yukino saja tidak keberatan aku memanggil namanya. Jadi kenapa kau protes seperti anak kecil. Kau pikir berapa umurmu.”balas Hyun dengan memutar bola matanya, bosan. Membuat Kyu-Hyun semakin melotot padanya.





“Aish, kau ini! Berhenti memanggilku seperti itu.”teriak Kyu-Hyun yang masih berpura-pura marah lalu ia dengan gerakkan tangkas mengangkat Hyun ke atas pundaknya. Membuat bocah kecil itu tertawa geli.





“Berhenti memanggilku seperti itu, atau aku tidak akan mengajakmu pergi membeli hadiah untuk Yukino.”ancam Kyu-Hyun sambil menepuk main-main bokong Hyun yang masih tersampir di pundaknya.





“Kita akan membeli hadiah untuk Yukino? Bukankah kau bilang kita tidak akan mengganggunya lagi? Apa Yukino ulang tahun, kenapa kau membelikannya hadiah?”Tanya Hyun tanpa jeda sambil bergerak-gerak di gendongan Kyu-Hyun. Bocah kecil itu berusaha mengangkat kepalanya yang berada di balik punggung sang ayah.






“Panggil dia ahjumma. Kupingku selalu terasa sakit saat kau memanggilnya dengan Yukino dan Yukino.”sergah Kyu-Hyun dengan menepuk bokong Hyun. “Anni, dia tidak berulang tahun. Tetapi, appa ingin memberikannya sesuatu.”lanjut Kyu-Hyun saat Hyun meringis dengan senyum sumringah. Lalu ia membenarkan tubuh Hyun yang tersampir di pundaknya. Hingga Hyun dapat berhadapan dengannya.





“Apa aku juga boleh memilih hadiahku untuknya?”Tanya Hyun dengan mata berbinar. “Kita berdua akan memilih hadiah yang terbaik untuknya.”jawab Kyu-Hyun yang membuat Hyun seketika memeluk lehernya.





“Aku sudah tahu kau tidak akan menyerahkan Yukino pada Kaito Ojisan. Geundae~, jika Yukino menolakmu sekali lagi, jangan menangis. Karena itu membuatku seperti tenggelam di dalam kolam renang.”bisik Hyun yang dihadiahi kecupan oleh Kyu-Hyun.





“Kau juga, Hyunnie. Jika Yukino tetap menolak untuk bersama kita, jangan berhenti bicara padaku atau diam seribu bahasa. Itu membuatku seperti baru saja menelan sebutir apel besar.”kepala Hyun terus mengangguk dalam gendongan Kyu-Hyun. Membuat ayah muda itu tersenyum lembut.





“Pertemuan orang tua berikutnya, appa akan hadir. Aku berjanji.”janji Kyu-Hyun yang membuat Hyun berteriak penuh semangat. “HAI!”






***








Semua murid telah memakai seragam olahraga. Tidak terkecuali Hyun. bocah kecil itu sudah berdiri di lapangan olahraga bersama teman-teman sekelasnya yang kini telah berpasangan dengan ibu atau ayah mereka.





“Hyon-kun, kimi no Otosan wa konakatta?”Tanya seorang guru pria yang mendapati Hyun berdiri sendirian di baris belakang dan anak itu tidak memberikan perhatiannya. Sebaliknya, ia malah asyik menggerakan kakinya, membuat lubang kecil pada pasir lapangan olahraga.





“Iie arimasen, Takahashi Sensei.”jawab Hyun sambil menatap sang guru dengan takut.





“Kalau begitu sayang sekali kau tidak bisa ikut dalam lomba ini, Hyon-kun. Tunggulah di pinggir lapangan.”ujar sang guru sambil menatap Hyun penuh rasa kasihan. Sedangkan Hyun menerima tatapan itu dengan datar. Anak itu tanpa berkata apapun segera menepi dan duduk disalah satu bangku batu di pinggir lapangan, sementara teman-temannya mulai berbisik.





Perlombaan lari estafet berpasangan antara orangtua dengan anaknya pun dimulai. Keriuhan lomba membuat kepala Hyun terangkat. Bocah kecil itu menatap kemeriahan lomba tersebut dengan tatapan sedih. Untuk beberapa waktu ia memperhatikan jalannya lomba, hingga akhirnya ia mengalihkan pandangannya ke tempat lain.





Saat Hyun melayangkan pandangannya, keadaan ditempat lain tidak jauh berbeda. Semua murid terlihat bersama orangtua mereka masing-masing.





“Memang kenapa kalau tidak punya ibu dan ayahku tidak bisa datang. Seharusnya mereka memperbolehkan aku ikut lomba. Dan aku yakin bisa memenangkan semua lomba konyol itu.”gerutu Hyun saat matanya menangkap pemandangan seorang siswi dengan ibunya yang tengah asyik mengikuti lomba menggambar di tepi lapangan, tidak jauh dari tempatnya duduk. “Dan seharusnya aku tidak bersekolah disini.”lanjut Hyun sambil mendenguskan hidungnya yang berair akibat udara dingin dan juga tangis tertahan.





Hyun yang merasa kesepian hanya bisa tertunduk. Kakinya terus bergerak membuat lubang di pasir dengan ujung sepatunya. Sementara kedua telapak tangannya terus terbenam masuk ke dalam saku celana olahraganya.





“Kenapa kau hanya duduk dan melamun disini? Apakah kau tidak berani mengikuti lomba-lomba itu, Hyun-kun?”





Suara yang terdengar dingin dan penuh cibiran itu membuat Hyun mengangkat wajahnya. Wajah yang sejak tadi terlihat muram, perlahan mulai cerah. Sepasang matanya pun ikut berbinar kala ia menatap wanita yang berjalan perlahan kearahnya.





“Yukino.. Aiden ojisan..”gumam Hyun terkejut, sekaligus bahagia. Dan senyum Hyun terulas lebar ketika wanita yang masih tetap mengenakan kimono hitam itu duduk disisinya.





“Saat kau merasa buruk atau tertindas, tidak seharusnya kau menundukkan kepala dan memperlihatkan kekecewaan dan kelemahanmu pada orang lain. Karena itu hanya akan membuat mereka yang membuatmu merasa buruk semakin tertawa. Kenapa hanya diam sendirian di tempat ini sementara teman-temanmu berlomba?”lanjut Yukino datar dengan tatapan lurus kearah teman-teman Hyun yang masih melakukan lomba estafet.





Hyun mengalihkan pandangannya dari Yukino dan ikut menatap teman-temannya yang tertawa gembira bersama orang tuanya. Kemudian Hyun tertunduk dan berkata “Sensei tidak mengizinkan aku ikut karena ayahku tidak datang.”





“Cih, alasan yang sangat tidak masuk akal. Kenapa tidak boleh kalau sendirian. Bukankah mereka bisa mencarikanmu pasangan yang lain.”ujar Yukino dengan senyum sinis di ujung bibirnya. Matanya menatap jijik pada sosok guru yang berdiri di garis finish.





Yukino melirik Hyun yang sudah kembali tertunduk dan memainkan kakinya di atas pasir. Wanita itu mendengus mencibir dan ia kembali berkata dingin. Dan tentu saja dengan nada memerintah yang tegas “Angkat kepalamu dan perhatikan teman-temanmu di depan sana. Atau aku yang akan menarik paksa kepala bodohmu itu untuk melihat mereka, Cho Hyun.”





Hyun segera mengangkat kepalanya dan menatap lurus kearah kumpulan temannya yang berada di garis awal lintasan lari. Wajah anak itu sedikit pucat karena takut dan terkejut oleh kata-kata ancaman dari Yukino. Sementara Yukino tersenyum tipis penuh kepuasan.





“Sudah ku katakan padamu bahwa aku tidak suka menjelaskan suatu hal dua kali. Jadi jika aku memintamu bersikap seperti yang kuinginkan, lakukanlah. Atau kau akan tahu akibatnya jika tidak menurut.”ujar Yukino dingin dan nada suaranya tidak ramah sama sekali.





“Hai.”gumam Hyun dengan suara tercekat.





“Aku datang ke tempat ini untukmu. Jadi berhentilah memberiku raut wajah terpuruk dan menyedihkan. Jangan membuat kunjunganku untukmu ini menjadi sia-sia. Mengerti?”balas Yukino dan Hyun menoleh menatapnya. Ketakutan dimatanya menghilang.





“Kau datang untuk menepati janjimu padaku, Yukino. Arigatou..”ujar Hyun sambil menatap wajah Yukino penuh rasa kagum. Senyum tidak terlepas dari bibir mungilnya. Sedangkan Yukino masih belum membalas tatapan bocah itu. “Aku sudah berjanji padamu. Aku datang untuk menepatinya, karena aku tidak suka berhutang pada orang lain.”





Senyum Hyun menghilang, berganti dengan kerutan. Bocah kecil itu menunduk dengan bibir berkerut. Ia tidak menyukai jawaban wanita di hadapannya. Bahunya ikut terkulai, lesu.





“Kau membenciku, Yukino? Sama seperti yang kau katakan pada ayahku?”Tanya Hyun yang segera membuat Yukino menoleh dan menatap sang bocah yang kini menunduk dan mulai terisak samar.





“Apa yang kau katakan?”Tanya Yukino masih dengan nada suara datarnya.





“Apakah kau juga membenciku, Yukino? Aku tidak punya ibu dan ayahku terkadang tidak bisa hadir dipertemuan orang tua. Teman-temanku selalu mengatakan bahwa aku ini tidak punya orang tua. Dan mereka selalu saja tidak menginginkan aku ikut serta dalam kegiatan lomba karena aku sendirian. Apakah kau juga tidak menginginkan aku berada di dekatmu dan menginginkan aku pergi seperti kau menginginkan ayahku pergi darimu?”isakkan Hyun mulai terdengar dan mata kecilnya sudah berair.





Tatapan dingin yang diperlihatkan oleh Yukino seketika mencair. Kini ada emosi disana. Ada rasa bersalah dan menyesal di sepasang mata hazel tersebut.





“Gomennasai, Hyun-kun. Maaf jika aku membuatmu merasa tidak diinginkan.”hanya itu yang diucapkan oleh Yukino sebelum akhirnya ia terdiam dan kembali menatap kerumunan di lintasan lari lapangan olahraga.





“Aku datang karena aku sudah berjanji padamu. Demo, aku tidak bisa melakukan apa yang orangtua temanmu lakukan. Karena itu aku membawa serta Aiden. Dia akan menemanimu bersenang-senang sementara aku disini melihat kalian.”ujar Yukino yang sudah kembali menatap Hyun.





“Kenapa kau tidak bisa menemaniku berlomba?”Tanya Hyun dengan wajah basah. Matanya menatap Yukino dengan polos.





“Aku tidak suka keramaian seperti itu. jadi Aiden yang akan menemanimu.”jawab Yukino lebih ramah.





“Apakah kau akan menungguku hingga sekolah usai nanti?”tanya Hyun sekali lagi dan penuh pengharapan.





“Hai. Aku akan menunggumu disini.”





Hyun segera menyeka air mata dari wajahnya. Ia menatap Yukino lembut dan senyum perlahan terulas di bibirnya. Kemudian dengan gerakan cepat, kedua lengan kecilnya melingkar di leher Yukino. Membuat wanita itu hampir saja terjerembab ke belakang akibat pelukan Hyun yang menyerangnya.





“Arigatou ne, Yuki. Apakah hari ini kau akan menjadi ibuku, Yukino?”Tanya Hyun dengan suara kecil. “Hai, so desu.”jawab Yukino.






“Terima kasih sudah datang. Aku akan memenangkan lomba dan mendapatkan hadiahnya untukmu. Karena kau ibuku yang keren. Ibu teman-temanku tidak ada yang sepertimu, Yukino. Aku mencintaimu.”bisik Hyun gembira lalu mengecup pipi Yukino. Membuat wanita itu terkejut dan mau tidak mau ikut tersenyum.





“Kalau begitu jangan membuatku malu. Kau harus menang.”seringai khas Yukino terulas ketika wanita itu membalas tatapan Hyun. sedangkan bocah kecil itu hanya mengangguk lalu meraih tangan Lee Dong-Hae yang sejak tadi berdiri di belakangnya.





“Kajja, Aiden Ojisan.”teriak Hyun gembira.





“Ya, Tuan Muda Hyun. Silahkan.”balas Dong-Hae sambil membungkukkan kepalanya sekilas, sebelum akhirnya ia mengikuti langkah bocah kecil yang menarik tangan kanannya.





“Anak yang manis. Benar-benar mudah untuk dibujuk. Sangat mirip dengan ayahnya.”ujar Yukino dengan senyum tipis. “Dan jika saja dia mengetahui siapa aku sebenarnya, apa yang telah kulakukan di masa lalu pada keluarganya. Dia pasti tidak akan pernah bersikap manis lagi padaku seperti itu.”kegetiran itu kembali terlukis di wajah Yukino.








***





Dengan didampingi Lee Dong-Hae, Hyun mengikuti lomba estafet. Anak itu terlihat sangat bersungguh-sungguh dan sesekali tertawa pada Dong-Hae atau temannya yang kebetulan menyamai gerakan langkah kakinya di lintasan.





“Hyun eommonimyo?”suara renyah seorang wanita mengalihkan perhatian Yukino dari Hyun. Dan ketika Yukino menoleh, sang wanita segera membungkukkan tubuhnya untuk memberi salam “Oh, annyeonghaseo Hyun Eommonim!”





Melihat salam dari guru muda yang tidak lain adalah Lee Jin-Ae, Yukino pun menggerakkan tubuhnya untuk berdiri lalu membalas salam tersebut dengan bungkukkan singkat kepalanya. Sedangkan sang guru masih mengulaskan senyum dan kembali membuka suaranya.





“Hyunnie appa baru saja menghubungiku dan ia meminta bantuanku untuk melihat Hyun. Karena hari ini Hyun appa tidak bisa menemaninya dalam pertemuan orang tua. Tapi ternyata anda datang. Bagus sekali.”ujar Jin-Ae panjang lebar dengan suara riang. Sementara Yukino hanya diam menatapnya.





“Saat mendengar penjelasan Hyun appa tadi, aku juga merasa cemas pada Hyun. Anak itu selalu menyendiri ketika teman-temannya bersenang-senang saat pertemuan orang tua.”lanjut Jin-Ae yang sudah ikut duduk di sebelah Yukino.





Kedua wanita itu duduk berdampingan. Yukino masih terdiam mendengar penuturan Jin-Ae, tetapi kini perhatiannya telah kembali pada sosok Hyun. sementara Jin-Ae masih melanjutkan kalimatnya.





“Beberapa kali aku mendapati Hyun lebih memilih bermain sendirian di taman belakang atau ruang kelas. Karena itu hari ini aku senang bisa melihatnya ikut bermain bersama yang lain seperti pertemuan sebelumnya.”





Jin-Ae masih terus saja berbicara panjang lebar pada Yukino dengan mata berbinar memperhatikan Hyun. sedangkan Yukino mengulaskan sebuah seringaian sinis. Dan suara dingin keluar dari bibirnya “Itu karena kalian yang tidak mengizinkan Hyun untuk ikut serta.”ujar Yukino yang membuat senyum Jin-Ae menghilang dan menoleh. Dahinya berkerut.





“Museun-“suara Jin-Ae terdengar lirih dan ragu saat akan bertanya pada lawan bicaranya tersebut. Akan tetapi, Yukino segera memotong kalimat Jin-Ae yang baru saja akan keluar. “Karena orang tua Hyun tidak bisa datang. Kalian. Guru Hyun. memintanya untuk menepi. Dengan alasan, lomba ini harus dilakukan secara berpasangan. Jadi bukan Hyun yang memilih pergi menyendiri, melainkan kalian yang membuat Hyun untuk memilih seperti itu.”





“Hyun eom-“





“Mohitotsu wa, kimi wa totemo yoku, sore o shiyo gakko nihon no nihongo de oshiete imasu. (Satu hal lagi, anda saat ini mengajar di sekolah Jepang, jadi gunakanlah bahasa Jepang dengan baik.)”sekali lagi Yukino berkata dengan tegas. Tidak ada nada ramah dalam kata-katanya. Sangat Yukino.





“Haji-“





“A, sorekara, sensei Lee ni hitotsu no koto wa shitte iru, watashi wa kare no hahoya Hyon-kun wa arimasen deshita. ( Ah, lalu satu hal yang harus guru Lee ketahui, saya bukanlah ibu Hyun.)”sekali lagi Lee Jin-Ae dibuat tak dapat berkata-kata oleh sikap Yukino.





Lee Jin-Ae memandang Yukino yang tidak menatapnya dengan tatapan terkejut. Sedangkan Yukino memandangi Hyun dikejauhan dengan tatapan datarnya.





“Demo ne,”Jin-Ae ingin mengatakan sesuatu pada Yukino. Tetapi, karena ia tidak tahu harus berkata apa, ia mengurungkan niatnya. Lalu memilih untuk diam.





Kedua wanita itu terdiam seperti sedia kala. Jin-Ae terlihat berpikir sedangkan Yukino, entah apa yang wanita itu pikirkan saat ini. Tidak ada ekspresi diwajahnya. Yukino merupakan seorang ahli dalam hal ini, menyembunyikan emosinya.





“Hyun Otosan wa, ia tidak menampik ketika saya mengira anda adalah istrinya. Dan Hyun, ia terlihat begitu riang saat anda bersamanya. Karena itu saya menjadi salah paham. Hontoni sumimasen.”ujar Jin-Ae setelah beberapa saat terdiam.





Yukino menghela nafas dan akhirnya menoleh pada Jin-Ae. Wajahnya masih saja datar saat bertatapan dengan Jin-Ae. “Tidak perlu. Karena itu bukan salahmu. Tetapi aku meminta satu hal padamu, Lee Sensei. Aku mengerti bahwa kau orang Korea dan kau sangat senang bertemu dengan Hyun juga ayahnya, sehingga saat bersama mereka kau menggunakan bahasa kalian. Tapi kau harus ingat, Hyun diwajibkan untuk beradaptasi. Jangan memanjakan dia dengan berbahasa Korea. Karena dengan begitu kalian akan mempersulitnya.”ujar Yukino tegas dan tajam. Membuat Jin-Ae terhenyak ditempatnya.





Tanpa menunggu tanggapan lawan bicaranya, Yukino segera berdiri dan berniat menghampiri Dong-Hae beserta Hyun yang berlari kecil kearahnya. Akan tetapi ia kembali berbalik dan berkata “A, satu lagi yang ingin kuingatkan padamu Lee Sensei. Kuharap jika suatu hari nanti kita bertemu, kau tidak melakukan apa yang baru saja kau lakukan. Karena saat aku duduk sendirian, aku tidak suka orang yang tidak kukenal dan juga tidak mempunyai urusan denganku datang tiba-tiba lalu menggangguku.”ujar Yukino datar dan dingin. Seperti biasanya. Benar-benar tidak berubah.





Mendengar peringatan Yukino yang terkesan sombong, terlebih dengan wajah tidak ramah, Jin-Ae hanya dapat mendengus tanpa suara.





“Geu yeoja jinjja..!”dengus Jin-Ae kesal sambil menatap gusar punggung Yukino.






***








“Yukino, aku memenangkan ini di lomba estafet dan melempar koin. Ini untukmu.”ujar Hyun riang sambil mengulurkan dua buah benda di tangan kecilnya. Sebuah gantungan kunci berbentuk mickey mouse dan sebuah gelang karet berwarna merah muda.





“Simpan saja untukmu, Hyun-kun. Itu adalah hasil kerja kerasmu.”ujar Yukino sambil menepuk ujung kepala Hyun. Dan wajah Hyun segera muram akibat penolakan halus Yukino. “Tapi aku memenangkan ini untukmu. Aku kan sudah berjanji padamu.”gumam Hyun pelan tetapi terdengar oleh Yukino.





Wanita berkimono hitam itu meraih gelang karet dari tangan Hyun dan memakainya di pergelangan tangan sebelah kiri. Lalu ia berkata “Aku akan mengambil yang ini dan kau yang memakai gantungan kunci itu.”ujar Yukino yang membuat Hyun kembali ceria menatapnya.





“Apakah kau sudah boleh pulang, Hyun-kun?”Tanya Yukino ketika mereka bertiga keluar dari lapangan olahraga.





“Ya, kurasa sudah. Ini sudah hampir jam makan siang.”jawab Hyun bersemangat sambil mengayunkan genggaman tangannya dengan Yukino.





“Kalau begitu ambil barang-barangmu. Kami akan menunggumu disini.”perintah Yukino dan Hyun menatapnya dengan dahi berkerut.





“Kau akan mengantarku pulang? Apa kau tidak suka bersamaku disini, Yukino?”Tanya Hyun dengan wajah kembali muram.





“Iie, Hyun-kun. Aku akan mengajakmu makan dan berkeliling di ginza sebentar. Setelah itu baru aku akan mengantarmu pulang.”jawab Yukino tanpa senyum. Akan tetapi jawaban itu sudah cukup untuk membuat Hyun tersenyum lebar dan merasakan kasih sayang wanita dihadapannya.





Tanpa perlu diperintah untuk kedua kalinya, Hyun segera berlari menuju gedung sekolah. Dong-Hae yang sejak tadi berdiri dibelakang mereka pun tersenyum. “Anak itu sepertinya sangat menyukaimu, Okusama.”





“Benarkah?”





“Ya, itu benar. Dan kelihatannya, kau juga sama sepertinya.”





“Aku sama sepertinya. Apa maksudmu, Dong-Hae-san?”





“Kalian saling menyukai satu sama lain. Kau terlihat begitu mengagumi anak itu. walaupun kau tidak memperlihatkannya, namun aku bisa melihatnya dari matamu, Okusama.”





“Mungkin kau benar. Anak itu terlalu manis untuk tidak disukai.”





“Sangat menyenangkan melihatmu seperti sekarang, Okusama. Aku sangat berharap kau bisa terus seperti saat ini, banyak tersenyum.”





“Doumo arigatou, Dong-Hae-san. Shikashi, kau juga harus memperhatikan hidupmu. Jangan terus merawat dan membantuku, karena kau juga mempunyai kehidupan pribadi.”ujar Yukino dengan wajah sedikit muram ketika wanita itu melirik salah satu jari Dong-Hae yang sudah tidak utuh. Akibat hukuman Hiragawa Akihito beberapa tahun sebelumnya. Akibat dirinya.





“Saya akan mengingatnya, Okusama. Terima kasih.”ujar Dong-Hae dengan senyum lembut dan ia segera menarik tangannya yang baru saja ditatap oleh Yukino.





“Aku tidak akan dapat membalas sepenuhnya pengorbananmu dan waktu yang telah kau habiskan untukku, Dong-Hae-san.”





“Iie, Okusama. Kau tidak perlu membalas atau membayar apapun untukku.”





Setelah beberapa jam disekolah Hyun tanpa senyum, akhirnya Yukino mengulas senyum pada Lee Dong-Hae. Dan senyum itu semakin lebar ketika Hyun terlihat berlari kearah mereka, lalu memberi Yukino pelukan erat di pinggangnya.





“Arigatou, Senpai.”





***





Yukino beserta Hyun yang ditemani oleh Dong-Hae, menyantap makan siang mereka di salah satu restaurant di daerah Ginza. Bocah kecil yang tidak kunjung melepas genggamannya pada tangan Yukino terlihat begitu bahagia.





Kedua orang yang biasanya jarang tersenyum, kini terlihat selalu tertawa karena Hyun. bahkan Yukino sempat memberi Hyun sebuah kecupan saat bocah kecil itu membuatkannya sebuah gambar.





Setelah makan siang dan berkeliling di Ginza, Dong-Hae akhirnya mengantar Hyun untuk pulang. Saat diperjalanan Hyun tertidur disisi Yukino, membuat wanita itu merengkuh tubuh kecilnya. Memeluknya dalam dekapan hangat. Dong-Hae tersenyum ketika melihat pemandangan tersebut melalui kaca spion mobil.





Sesampainya di apartemen kecil milik Kyu-Hyun, Yukino menggendong Hyun menuju kamar flat dengan ditemani Dong-Hae.





“Apa tidak apa-apa jika kita meninggalkannya sendiri disini?”Tanya Yukino pada Dong-Hae ketika mereka merebahkan tubuh Hyun di atas futon lalu menyelimutinya.






“Saya rasa tidak akan terjadi apa-apa, Okusama. Tuan Muda Cho sepertinya akan sampai dirumah dalam lima belas menit. Dan sampai beliau tiba, saya akan berjaga disini.”






“Hm, baiklah kalau begitu.”






“Saya sudah meminta Tomoya untuk datang menjemput anda, Okusama.”






“Terima kasih, Dong-Hae-san.”





***

*Kyu-Hyun’s POV*





Hari ini hari jumat dan aku berdiri di depan sebuah restaurant sushi sederhana di kawasan Tsukiji. Dihadapanku sebenarnya bukanlah sebuah restaurant, melainkan rumah makan. Aku yakin sekali di hari-hari sebelumnya, rumah makan ini pasti sangat ramai. Akan tetapi, hari ini, tempat ini tidak memiliki pengunjung satu orang pun, kecuali aku.





“Silahkan masuk, Tuan Muda.”





Seorang pria berusia sekitar pertengahan 40-an mempersilahkanku untuk masuk sambil membungkukkan tubuhnya. Dan ketika aku memasuki ruang rumah makan, di dalam sudah ada 2 orang pengawal Tuan Hiragawa yang wajahnya sudah begitu familiar.





“Tuan besar sudah menunggu anda Tuan Muda, silahkan masuk.”Onda mempersilahkanku dengan sopan.





Saat aku memasuki, sudah terlihat Hiragawa Akihito sedang menyesap teh ditempatnya. Wajahnya terangkat dan matanya yang tajam menatapku. Sebuah senyum separuh terulas dibibirnya.





“Douzo, Cho-san.”perintahnya seraya meletakkan cawan teh di atas meja.





“Arigatou gozaimasu, Otosama. Maaf saya terlambat.”





“Tidak apa-apa, aku juga baru saja tiba.”





Senyum ramah Hiragawa Akihito membuat sedikit bebanku terangkat. Tubuhku yang bergetar karena gugup menghadapinya, kini sedikit lebih tenang. Aku bergerak membenarkan posisi dudukku dihadapannya ketika ia dengan santainya menuangkan teh di cawanku.





“Aku memintamu menemuiku, karena aku ingin berbicara denganmu mengenai putriku.”mulainya dengan suara berat khas Hiragawa Akihito. “Oh, Hai.”singkatku yang telah kembali gugup.





“Sebelumnya kau mengatakan padaku bahwa kau akan melamar putriku secara resmi. Apakah rencana itu akan tetap kau lakukan atau sebaliknya, kau telah berubah pikiran?”lanjutnya dan ia sudah menatapku lurus-lurus.





“Hem..”kalimatku seakan terperangkap di dalam kerongkongan. “Ano~..”aku kembali berusaha mengeluarkan kalimatku. Akan tetapi ia segera menyela dengan tenang.





“Aku selalu memperhatikan kalian, Tuan Muda Cho. Dari hasil laporan yang kudapat, kau tidak melakukan apapun, selain berdiri diluar gedung perusahaan kami dan diam saat Yukino terlihat disana. Apakah kau bersungguh-sungguh ingin meminang putriku atau kau hanya memberiku tekad kosong?”





“Tentu saja aku bersungguh-sungguh, Otosan. Hanya saja..”





“Hanya saja?”Akihito melipat kedua tangannya di depan dada dan memberiku tatapan menilai yang tajam.





“Yuki bukan wanita yang dapat dengan mudah di dekati. Terutama olehku. Jika aku menghampirinya secara tiba-tiba, dia tidak akan menyambutku dengan gembira, sebaliknya, dia akan menjauh. Bahkan mungkin tidak ingin melihatku.”





“Lalu bagaimana caramu untuk melamarnya, jika mendekatinya saja dapat membuatnya pergi?”





“Aku sudah memikirkan segalanya dan aku sudah memutuskan.”jawabku kemudian terdiam sejenak yang membuat Hiragawa Akihito kembali bertanya. “Apa yang telah kau putuskan, anak muda?”





“Aku ingin melamarnya secara langsung. Dihadapan anda, orang tuaku dan juga Yuki sendiri. Dengan begitu dia tidak akan pergi.”





“Apakah dengan cara seperti itu, kau berpikir Yuki akan menerimamu?”suara Tuan Hiragawa terdengar seperti mengejek. Dia pasti sangat yakin caraku ini tidak akan berhasil pada putrinya yang keras hati. Sebenarnya aku juga merasakannya. Tetapi aku akan bertaruh dengan lebih berani kali ini.





“Aku akan lebih meyakinkannya. Aku akan berusaha dengan baik agar Yuki menerimaku.”





“Kau juga akan menghadirkan orang tuamu. Apakah kau juga yakin Yuki tidak akan pergi setelah melihat mereka?”





Aku terpaku. Aku pernah memikirkan hal ini. Jawaban yang kudapatkan sangatlah jelas dan tanpa ragu, ‘Yukino akan segera marah dan melangkahkan kakinya keluar saat ia melihat ayahku.’





“Ibuku akan hadir juga. Yukino sangat menyayangi ibuku. Aku tahu hal ini walaupun Yuki tidak pernah memperlihatkannya. Jadi kau pasti tahu jawabanku atas pertanyaan anda barusan, Otosan.”Hiragawa Akihito mengangguk dan berpikir. Sepertinya ia sependapat denganku.





“Yukino ga, dia bukan gadis yang mudah beradaptasi dengan orang banyak. Terlalu tertutup dan tidak banyak bicara. Lebih suka bekerja dan terbiasa hidup sendirian. Kau sudah mengetahui hal ini. Seandainya kalian bersama, apa yang akan kau lakukan dengan ini? Apa yang dapat kau berikan padanya? Dan apa yang dapat kau janjikan padaku untuk membuatnya bahagia?”





Aku mengerti arah pertanyaan seorang Hiragawa Akihito. Seorang petinggi perusahaan. Seorang yang berkuasa dan berasal dari keluarga berada. Dan Yukino merupakan putrinya. Putri yang terbiasa hidup layak. Sedangkan aku, saat ini hanya bekerja sebagai staff dengan pendapatan lebih rendah dari mereka. Seorang pria yang pernah menikah dan mempunyai seorang putra berusia 8 tahun. Ini bukan sebuah kebanggaan dan setiap orang tua pasti akan mempertanyakan bagaimana kelangsungan hidup putrinya jika menikah dengan orang sepertiku.





“Aku memang tidak bergelimang harta. Jabatanku di tempatku bekerja tidak tinggi, dan gajiku lebih kecil dari pendapatan Yukino. Aku tidak seperti Kaito-san yang mempunyai kualifikasi sangat baik sebagai menantu, sekaligus suami Yuki. Jika anda bertanya apa yang dapat kuberikan pada Yukino, dan maksud anda disini adalah materi, jawaban yang kuberikan adalah ‘Aku juga tidak yakin apa yang dapat kuberikan.’ “





Hiragawa Akihito meluruskan posisi duduknya. Kedua alisnya tertaut dan ada sinar tidak puas dari pancaran matanya. Aku juga merasakan hal yang sama atas jawabanku barusan.





“Tapi aku akan menjanjikan satu hal pada anda dan Yuki, ‘Aku akan selalu membahagiakannya’. Bukan hanya itu. aku juga akan berusaha sekuat tenaga membuat hidup putri anda tidak kekurangan apapun. Walaupun yang akan kuberikan tidak akan sebesar apa yang anda berikan padanya, aku akan tetap berusaha. Aku tidak akan membuatnya menderita.”





Sebuah senyum tipis tersungging di bibir Hiragawa Akihito. Matanya berbinar karena senyum itu. “Aku bukan orang yang mempermasalahkan kasta, harta ataupun hal-hal yang berbau tingkat kehidupan sosial. Hanya saja, aku tidak ingin putriku mengalami sesuatu yang dapat membuatnya terluka. Aku hanya ingin kau berjanji satu hal dan memberikannya sesuatu yang dapat dirasakannya seumur hidup. Yaitu cinta dan kasih sayangmu yang penuh untuknya, anak muda.”





“Ye?”





“Aku hanya ingin putriku selalu merasa bahagia dan dikasihi. Karena memang itulah yang diperlukannya untuk hidup lebih baik dari sekarang. Jika aku mempermasalahkan tingkat sosialmu, sudah pasti aku akan menolakmu sejak awal dan akan memaksa putriku menikahi Kaito. Tapi sayang sekali bukan itu yang kuinginkan.”





“Doumo arigatou, Otosan.”





“Tetapi ada satu hal lagi yang masih mengganjal di pikiranku.”ujar Tuan Hiragawa yang membuat dadaku kembali teremas akibat rasa tegang. “Doushittano?”tanyaku ragu.





“Yuki tidak akan bisa kembali ke Korea. pertama karena masa lalu dan yang kedua karena dia sudah resmi menjadi warga Negara Jepang. Sedangkan kau sebaliknya. Bagaimana kau akan mengurus ini?”





“Kami bisa..”ujarku berusaha menjawab. Akan tetapi aku kembali ragu. Sehingga aku tidak dapat melanjutkan kalimatku.





“Kau harus memikirkan hal ini dengan baik, Tuan Muda Cho. Yuki, mempunyai pekerjaan dan keluarga disini. Dia tidak dapat kembali hidup di Korea dan hubungannya dengan keluargamu pun tidak baik. Sedangkan kau bukan penduduk Jepang. Kehidupanmu sepenuhnya disana. Ini akan menjadi masalah yang serius di antara kalian.”





“Aku tidak bisa meninggalkan orang tuaku dengan sepenuhnya tinggal disini. Walaupun aku ingin, aku tetap tidak bisa karena mereka membutuhkanku.”gumamku dengan suara lirih dan wajah tertunduk. Dadaku terasa seperti semakin kuat diremas.





“Begitu pula dengan Yuki.”





“Aku tidak memikirkan hal ini sebelumnya. Yang kupikirkan hanyalah bagaimana caranya menikah dengan Yuki dan membuatnya menerimaku. Aku tidak memikirkan apa yang akan terjadi setelahnya..”suaraku semakin tercekat seperti orang dungu.





“Kau sedang tenggelam dalam perasaan jatuh cintamu pada putriku. Karena itu kau tidak memikirkan hal lain selain dirinya. Berikanlah jawabanmu yang lebih baik padaku setelah kau benar-benar memikirkan hal ini.”ujar Tuan Hiragawa yang beranjak berdiri dari hadapanku. Membuatku terperangah dan ikut segera berdiri dengan cukup tergopoh.





“Terima kasih, Otosan. Aku benar-benar berterima kasih atas restumu padaku dan aku akan memikirkan hal ini dengan lebih masak.”kubungkukkan tubuhku dan kutundukkan kepalaku sedalam-dalamnya untuk memperlihatkan kesungguhanku pada Hiragawa Akihito.





“Tidak perlu berterima kasih. Yang harus kau lakukan hanyalah membahagiakan putriku dan menjaganya agar ia tidak kehilangan sesuatu apapun. Sesuatu yang terbaik untuk kalian berdua.”





“Baik, Otosan. Saya mengerti.”





Tangan Hiragawa Akihito terulur hingga ia dapat meraih bahuku. Kemudian ia menepuknya dua kali dengan lembut. Membuatku memberikannya senyum.





“Kapan orang tuamu akan datang, Tuan Muda Cho? Apakah kau akan melamar putriku dalam waktu dekat ini?”





“Mereka akan datang tengah minggu ini. Dan untuk waktu melamar, sebenarnya aku belum tahu kapan waktu yang tepat, karena aku harus berusaha mendapatkan jadwal Yuki. Kudengar dia sedang berada di luar kota hari ini dan untuk beberapa hari kedepan. Jika sudah mendapatkan waktu yang tepat, aku akan menghubungi anda, Otosan.”





“Kalau begitu aku akan meminta Onda untuk mendapatkan jadwal Yukino lalu memberikannya padamu. Agar kau bisa segera menetapkan harinya.”





“Arigatou gozaimasu, Otosan.”Hiragawa Akihito hanya menganggukkan kepalanya pelan membalas ucapan terima kasihku.





“Kemarin, kudengar dari Aiden, Yukino menghabiskan waktunya bersama Hyun. aku sangat senang mendengarnya. Dan kuharap kau akan membawa Hyun padaku saat dia sedang libur sekolah. Aku merindukan cucuku.”





“Ah ye, aku juga senang mendengar hal itu. karena Yuki sudah menemani Hyun di acara sekolahnya. Aku akan membawanya mengunjungi anda saat ia libur nanti.”






***








“Itu jelek appa. Aku lebih menyukai warna merah. Kurasa Yukino akan lebih menyukainya.”ujar Hyun ketika kami sedang memilih ponsel untuk Yukino.





“Benarkah?”tanyaku sangsi pada pendapat Hyun. dan bocah itu hanya mengangguk semangat, sementara kedua matanya tidak lepas memandangi ponsel berwarna merah.





“Kau yakin?”tanyaku sekali lagi dengan menatap ponsel berwarna hitam dan merah bergantian.





“Percayalah padaku, Kyu-Hyun. Aku ini lebih mengerti Yukino daripada kau.”jawab Hyun yang membuatku mendengus. Anak ini kadang memang sangat mirip denganku. Sebenarnya darimana dia mendapatkan kebiasaan buruk memanggilku ‘Kyu-Hyun’.





“Cho Hyun..”ujarku dengan penuh nada peringatan yang membuat Hyun mengerucutkan bibirnya. “Baiklah, kurasa warna merah akan lebih baik dari hitam. Yuki sudah terlalu sering menggunakan warna hitam.”putusku yang membuat Hyun melonjak gembira.





Setelah membeli satu unit ponsel dengan model terbaru untuk Yukino, aku dan Hyun berjalan menyusuri deretan toko di dalam gedung mall. Hyun mengayunkan tautan tangan kami dengan riang.





“Geundae appa, kenapa kita memberi Yukino ponsel?”Tanya Hyun dengan wajah mendongak, menatapku.





“Karena Yukino tidak punya ponsel. Itu yang membuat kita sulit menghubunginya.”jawabku sambil tersenyum. Dan Hyun terlihat mengerutkan kening.





“Yukino tidak mempunyai ponsel? Apa dia tidak punya uang untuk membelinya atau Ojiisan tidak mengizinkan dia menggunakannya?”tanya Hyun dengan mimic wajah serius.






“Hem, seingatku, Yukino memang tidak menggunakannya karena dia tidak menginginkannya.”jawabku sambil berpikir. Langkah kaki kami mulai terasa pelan.





Bibirku berkedut karena menahan senyum. Sementara pikiranku telah terbang ke masa beberapa tahun yang lalu. Masa dimana ketika aku membawa Yukino pergi berkeliling di Myeong-dong.





“Bagaimana appa bisa mengetahui itu?”Tanya Hyun saat kami duduk disalah satu kursi restaurant.





“Karena aku bersamanya saat dia mengatakan semua itu.”





“Appa bersama Yukino?”





“Hm. Waktu itu aku membawanya berkeliling Myeong-dong. Dan ketika aku menyuruhnya menghubungi seseorang untuk menjemputnya, ia mengatakan bahwa ia tidak punya ponsel. Ia bahkan tidak punya uang untuk membeli tiket subway.”





“Apa kalian berkencan? Kenapa kau tidak membelikannya ponsel waktu itu? Apakah aku sudah lahir?”cecar Hyun tanpa jeda. Ia terlihat begitu bersemangat.





Aku menggelengkan kepala dan Hyun memiringkan kepalanya penuh pertanyaan menatapku. “Saat itu aku membantunya karena hari itu ia mengalami hari yang buruk. Dan saat itu akupun tidak punya cukup uang untuk membelikannya ponsel.”





“Waeyo?”hanya itu respon Hyun atas penjelasanku. Anak ini belum puas bertanya. Seperti biasanya.





“Karena uang appa saat itu sudah hampir habis. Bahkan untuk membelikannya baju yang bagus saja tidak cukup dan aku bahkan tidak bisa mentraktirnya telur rebus saat di pemandian umum. Bukan hanya itu, aku bahkan tidak bisa membelikannya tiket kereta untuk pulang.”





“Kenapa kau begitu memalukan, Kyu-Hyun?”cibir Hyun dengan kepala menggeleng tidak habis pikir. Membuatku tersedak melihat tingkahnya.





“Itu karena aku baru saja kehilangan pekerjaanku. Dan berhenti memanggilku Kyu-Hyun, Cho Hyun.”balasku kesal dan Hyun terlihat tidak perduli.





“Apa setelah ini aku boleh memilih hadiahku sendiri untuk Yukino?”Tanya Hyun tanpa perduli aksi protesku barusan.





“Tidak sebelum kau berjanji untuk berhenti memanggilku ‘Kyu-Hyun’ dan kau akan benar-benar memulai memanggil Yukino dengan sebutan Bibi.”jawabku dengan wajah serius yang membuat Hyun semakin menggerutu.





“Yukino tidak akan menyukai panggilan itu. Harus berapa kali kukatakan padamu appa.”ujar Hyun malas yang membuatku mendengus.





“Lakukan itu saat kau bersamaku. Dan Hyun, boleh aku bertanya padamu?”





“Tentu saja.”





“Jika saja. Ini jika, Hyun-ah. Jika appa menikah dengan Yukino dan keadaan itu mengharuskan kita untuk menetap disini, apakah kau akan menyukainya?”tanyaku hati-hati dan Hyun seketika terlihat menatapku lurus. Ia terkejut.






“Kau ingin kita tinggal disini?”balas Hyun dan aku hanya mengangguk menjawabnya.





“Bagaimana dengan harabeoji dan haelmoni? Apakah kita harus meninggalkan mereka dan Ah-ra ahjumma? Apa itu berarti aku juga tidak akan bertemu dengan Jung?”Tanya Hyun sedih.






“Kita bisa berkunjung sesekali ke Korea. bagaimana menurutmu?”





“Aku tidak suka tinggal di Jepang dan aku akan sangat merindukan semua yang ada di Korea.”gumam Hyun dengan suara serak. Hatiku sontak seperti teremas kembali. Kupandangi bungkusan hadiah dihadapanku untuk Yukino.





“Yukino juga merasakan hal yang sama sepertimu. Ia tidak bisa ke Korea, Karena Korea telah membuatnya banyak menangis.”lirihku.





Aku dan Hyun terdiam beberapa saat sebelum kudengar kursi bergeser. Kulihat Hyun turun dari kursi dan menghampiriku. Ia duduk di atas pangkuanku. Kedua mata hitamnya yang polos menatapku.





“Appa..”panggilnya dan ia diam menatapku.





“Hm?”





“Seberapa banyak kau ingin bersama Yukino? Apakah itu sebesar kau mencintaiku dan ibu?”Tanya Hyun dan kedua lengannya telah melingkar di leherku.





“Ya. Bahkan aku merasa keinginanku itu sedikit lebih banyak. Maafkan aku, Hyun.”jawabku jujur kemudian memalingkan wajah dari Hyun. Aku tidak berani menatap bocah kecil di pangkuanku yang mungkin akan sangat terluka karena jawabanku.





“Kalau begitu kau tidak perlu memikirkanku.”ujar Hyun yang membuatku kembali menatapnya dan segera memeluknya erat.





“Aku tidak berani berpikir akan meninggalkanmu walau sedetik, Hyun. Karena kau hidupku. Aku tidak mau hidup tanpamu. Jadi jangan berpikir untuk tinggal jauh dariku, mengerti.”kukecup dan kuhirup aroma Hyun dalam-dalam. Dengan memeluknya semakin erat. “Berpikir bahwa kau akan tinggal terpisah dariku, itu mengerikan.”





“Apa Yukino benar-benar tidak ingin kembali ke Korea bersama kita?”Tanya Hyun pelan dan aku mengangguk pelan. “Apakah jika aku menolak untuk tinggal disini, itu berarti kau juga akan membatalkan pernikahanmu bersama Yukino?”aku kembali mengangguk. Karena aku tahu, jika bicara, suaraku akan terdengar aneh di telinga Hyun.





“Appa sudah begitu lama menunggunya dan kau juga sudah membelikannya hadiah. Kenapa kau lebih memilihku?”Tanya Hyun sekali lagi dan aku berusaha mengulaskan senyum. “Karena Hyun, adalah putraku yang berharga dari apapun. Bagian dari diriku.”





“Gomawo appa.”bisiknya yang kemudian mengecup pipiku.





Hyun memelukku erat. Kami terdiam dan aku berpikir. Apakah ini keputusan akhir dari semuanya? Aku lebih memilih Hyun. senyumku terasa getir. Dan dadaku sesak. Aku bagaikan terlempar dari kutub utara menuju padang pasir sahara yang panas. Tiba-tiba saja diriku terasa semakin hampa dan kosong.







***








Menit demi menit berlalu. Hyun terlihat bahagia menyantap makanannya, sementara aku terdiam menatapnya. Beberapa kali Hyun harus meraih tanganku dan mengguncangnya agar aku tersadar dari lamunan. Makanan dihadapanku sudah sepenuhnya terabaikan.





Memikirkan untuk hidup terpisah dari Hyun membuatku ngeri. Dan berpikir bahwa perasaanku untuk Yukino harus terkubur selamanya, sekali lagi harus hidup tanpa melihat Yukino dan merasakan keberadaannya, juga tanpa mengetahui tentangnya selama sisa hidupku. Membuatku seperti terpanggang hidup-hidup di atas api abadi.





Remasan di dadaku semakin keras. Rasanya begitu sakit.





“Aku menyayangi Yukino, menyukainya, bahkan mencintainya lebih besar darimu appa. Dan aku sangat ingin memiliki ibu yang keren seperti dia. Karena dengan begitu, teman-temanku tidak akan bisa mengalahkanku. Mereka akan selalu iri padaku.”ujar Hyun dengan senyum lebar yang membuatku terperangah. Tersadar dari lamunan panjang.





“Ye?”singkatku yang tidak mengerti.





Hyun menatapku dan memberiku senyum yang semakin sumringah. “Aku tidak suka tinggal di Jepang dan tidak ingin berpisah dari Haelmoni dan Harabeoji. Tapi kurasa aku bisa belajar menyukai untuk tinggal disini. Dan karena kau sudah berjanji akan tetap berkunjung ke Korea, kurasa aku bisa menerima semuanya.”





“Ye?”lagi-lagi aku tidak mengerti dengan ucapan Hyun.





“Aku sudah memutuskan, appa. Kurasa aku juga sama sepertimu. Cintaku pada Yukino lebih besar dan aku sangat menginginkannya menjadi ibuku. Jadi aku setuju untuk tinggal di Jepang. Dan kurasa harabeoji tidak akan keberatan pada hal ini.”






“Kenapa kau memutuskan dengan begitu cepat, Hyun?”





“Karena aku juga tidak ingin kehilangan Yukino. Aku tidak ingin kehilangan orang yang sangat menyayangiku.”





“Kau bilang Yukino sangat menyayangimu? Apakah dia mengatakan itu sendiri padamu?”





“Anni. Yukino tidak mengatakan hal itu. Tapi aku bisa merasakannya.”jawab Hyun dengan senyum bangga.





“Jadi kau tidak akan keberatan jika kita akan secara resmi menetap disini?”





“Ya.”





“Terima kasih Hyun. kemarilah.”ujarku bahagia dan kurentangakan kedua tanganku untuk menyambut Hyun dalam pelukanku.





“Berusahalah dengan baik, appa. Jangan membuatku kecewa. Dan jika kau nanti berhasil, aku ingin pindah sekolah.”





“Aku akan berusaha dengan baik, sayang. Dan apapun untukmu, Cho Hyun. Yaksho!”ujarku sambil memeluk Hyun dengan erat.





“Kalau begitu, apakah aku boleh memberikan semua wortel yang ada di piringku padamu?”Tanya Hyun dengan polosnya yang membuat Kyu-Hyun tersedak.





“Aniyo, untuk yang satu itu aku tidak bisa mengizinkannya Hyun. Karena kau harus memakan banyak sayuran untuk pertumbuhanmu.”jawab Kyu-Hyun dengan menatap Hyun begitu serius.





“Kenapa aku harus memakannya, sedangkan kau diizinkan untuk tidak memakannya?”bibir mungil Hyun sudah mengerut, merajuk.











“Itu karena ayahmu ini sudah dewasa. Aku sudah memenuhi semua kebutuhan giziku saat aku masih seumurmu. Aku sudah tumbuh besar dan jadi pria dewasa, jadi aku sudah tidak wajib memakan sayuran. Sedangkan kau, masih harus memakannya untuk bisa tumbuh besar sepertiku. Kau mengerti, Hyun?”jelas Kyu-Hyun dengan wajah serius dan berusaha menampilkan wibawanya di hadapan Hyun.





“Arraseoyo, aku akan memakannya. Geundae~, aku benar-benar tidak menyukainya..”ujar Hyun menurut. Namun bibir mungilnya masih mengerut karena tidak puas.





*Kyu-Hyun’s POV end*








***








“Selamat pagi, Okusama.”Seorang wanita memberi salam di depan pintu ruang kerja Yukino.





“Ada apa, Takamura-san?”balas Yukino tanpa memalingkan pandangannya dari layar monitor dihadapannya.





“Maaf saya mengganggu anda, Okusama. Saya hanya ingin menyampaikan ini.”





Wanita yang merupakan salah satu sekertaris direksi, meletakkan sebuah kotak berbungkuskan kertas berwarna merah muda di meja Yukino. Sedangkan Yukino segera menggerakkan kepalanya untuk melihat kotak yang diletakkan di mejanya.





Kerutan segera terlukis di dahi Yukino. Matanya memancarkan sorot waspada. Selama beberapa detik ia memandangi kotak tersebut, lalu membuka suaranya untuk bertanya. “Kotak bingkisan dari siapa ini? Apakah kalian sudah memeriksa benda ini?”





Wanita yang berdiri dihadapan Yukino segera membungkukkan tubuhnya dan ia menjawab “Hai, Okusama. Kami memang belum memeriksa apa isinya. Akan tetapi kami sudah mengetahui bahwa benda ini aman, karena ini bingkisan dari Tuan Cho. Beliau juga menitipkan kartu ucapan ini untuk anda.”





“Tuan Cho? Cho Kyu-Hyun?”Tanya Yukino ragu dan sang sekertaris menganggukkan kepalanya tegas.





Setelah Yukino mengangguk mengerti, wanita bermarga Takamura segera keluar. Yukino menatap kotak kado berwarna merah muda tanpa berniat untuk menyentuhnya. Wanita muda itu menghela nafas setelah beberapa saat. Ia menyerah dan akhirnya menggerakkan tangannya meraih kotak merah muda dihadapannya.





Perlahan dan hati-hati, Yukino membuka bungkus kotak. Ia tertegun ketika ia melihat apa yang terdapat di dalam bungkus tersebut. Satu unit ponsel berwarna merah, lengkap dengan hiasannya yang berupa kelopak sakura berwarna merah muda.





Yukino menyisihkan kotak berisi ponsel dihadapannya, kemudian ia beralih pada selembar kartu ucapan yang diberikan sekertarisnya. Dalam diam ia membaca kata demi kata yang tertulis disana. Tulisan yang tidak tertata rapi itu membuat bibir Yukino mengulas senyum tipis.





Dear Yukino,


Halo Yukino-chan! Ini aku Hyun. Cho Hyun desu. Kartu ucapan ini aku tulis sendiri dan tentu saja dengan ditemani ayahku saat aku menulisnya.


Saat kau membaca kartu ini, kau pasti sudah menerima hadiah dari kami. Kami memberikanmu sebuah ponsel dengan warna merah. Itu aku yang memilihnya dan appa yang memilih hiasannya. Hm, kuharap kau menyukai hadiah kami dan kau akan segera menyalakannya. Karena kami disini sedang menunggu saat-saat kami bisa menghubungimu.


Dan yang paling menunggu saat itu adalah aku. Karena aku sudah tidak sabar ingin berbicara dengan Yukino ^_^.


Yukino-chan, saat kau sudah menyalakan ponselnya, segeralah hubungi aku. Dan aku sudah menyimpan nomor ayahku di dalamnya, di tombol nomor satu. Nanti setelah aku juga mempunyai ponsel sendiri, aku akan menggantinya.


Salam sayang dari Cho Hyun untuk Yukino. Ah ayahku juga menitipkan salamnya untukmu.
Kami menyayangimu, Yukino. Bye-bye 🙂






Jari Yukino bergerak pelan membelai huruf-huruf yang telah ditulis oleh Hyun. kemudian ia tersenyum tipis ketika ia membelai bentuk hati yang digambar oleh Hyun.





Wanita muda itu tertegun setelah ia meletakkan kembali kartu ucapan yang ditulis oleh Hyun ke atas meja kerjanya. Matanya kini menatap keluar jendela gedung. Yukino termenung sendu.





“Sumimasen, Okusama..”suara Takamura menyadarkan Yukino. “Rapat sudah akan dimulai 6 menit lagi.”lanjutnya yang membuat Yukino berdiri.





“Apakah ini materi tambahan yang akan mereka bahas?”Tanya Yukino tegas ketika ia menerima sebuah map dari Takamura. Wanita dihadapannya itu menjawab dengan mantap kemudian menjelaskan beberapa hal pada Yukino seiring langkah kaki mereka meninggalkan ruangan.





Hadiah dan kartu ucapan yang diberikan oleh Kyu-Hyun kini terduduk manis di atas meja kerja Yukino. Terabaikan sendirian di ruang kerja yang kosong. Kotaknya telah tertutup kembali dengan kartu ucapan berada di atasnya. Seakan tak tersentuh sebelumnya.






***








Salju telah kembali menyelimuti Tokyo. Udara terasa sangat dingin. Bahkan keadaan diluar sudah seperti diselubungi oleh asap. Berkabut.





Hari telah menjelang sore hari. Yukino masih terlihat berkutat dengan layar computer di depannya. Jemarinya yang lentik terlihat menari di atas tuts keyboard, sementara matanya menatap lurus ke dalam layar.





Sebuah ketukkan pelan di pintu ruang kerjanya tidak serta merta mengalihkan pandangan Yukino. Ia hanya menyahut singkat untuk mempersilahkan orang yang berada di balik pintu untuk masuk.





Yukino mengalihkan sedetik matanya dari layar untuk melihat siapa yang masuk. Dan ketika ia melihat Imao berjalan masuk, ia berkata “Doushittano, Imao-san?”





“Maaf mengganggu anda, Okusama. Onda baru saja menghubungi saya, ia memberitahukan bahwa Tuan Besar ingin anda makan malam bersamanya.”





“Otosama?”Tanya Yukino singkat. Ia kini telah mengerutkan keningnya menatap Imao. “Ayahku ada di Tokyo?”lanjut Yukino ragu. Ia sedikit terkejut.





“Hai. Tuan besar baru saja tiba dari Kyoto dan ia meminta anda untuk makan malam.”jawab Imao sopan.





“Baik. Kalau begitu beritahu Aiden untuk mengantarku.”





“Sumimasen desu, Okusama, tetapi Aiden-san sudah meninggalkan kantor sejak beberapa menita yang lalu. Ia meminta saya untuk memberitahu anda.”





Yukino mengangguk mengerti, lalu ia beranjak dari tempatnya.





Dengan ditemani Tomoya dan Imao, Yukino berjalan untuk meninggalkan gedung perusahaan. Tomoya membawa mereka ke suatu tempat menggunakan mobil sedan berwarna hitam milik Yukino.





“Untuk apa kita ke tempat ini?”Tanya Yukino ketika Tomoya menghentikan mobil mereka di depan sebuah bangunan menyerupai rumah tinggal zaman edo. Sebuah rumah bergaya tradisonal kuno Jepang, lengkap dengan pintu gerbang kayu sebagai pintu masuk utama.





“Anda harus berpenampilan rapi dan formal malam ini, Okusama. Tuan besar meminta saya membawa anda ke tempat ini untuk mengganti busana.”jelas Imao sebelum ia keluar dan menyambut Yukino di pintu penumpang, sementara Tomoya membukakan pintu.






***








Sudah dengan mengenakan kimono tradisional yang lengkap. Yukino terlihat jelas seperti putri bangsawan Jepang yang sangat cantik dan penuh charisma. Ekspresi wajah datar yang masih menghias wajahnya, tetap memberi kesan dingin dan misterius pada wanita itu.





Warna hijau gelap yang tersembul di ruas pergelangan tangan sebelah kirinya, mengentalkan sisi misterius sekaligus berbahaya pada diri wanita itu. membuat siapapun yang melihat warna itu, menyadari bahwa di tubuh wanita cantik itu telah terlukis sebuah lukisan tubuh. Bukan hanya membuat orang yang melihat menjadi sadar, tetapi juga membuat mereka penasaran akan bentuk lukisan tubuh tersebut. Membuat mereka menerka-nerka, lukisan apa yang tergurat ditubuh wanita cantik ini.





Ya. Itu benar. Ditubuh Yukino kini telah terlukis sebuah lukisan tubuh yang besar. Sebuah tattoo yang menutupi sebagian punggungnya. Hal yang lazim bagi seorang putri yakuza. Dan merupakan sesuatu yang dapat memperlihatkan sisi eksotis dari seorang anggota organisasi gelap di Jepang.





Seorang pelayan yang juga memakai kimono membimbing Yukino dan Imao menuju ruang dimana Hiragawa Akihito berada saat ini. Kemudian saat mereka tiba di tempat yang dituju, sang pelayan dengan gerakan lembut dan penuh tata karma, membukakan Yukino pintu geser ruangan.





Yukino hanya menganggukkan kepala ketika sang pelayan membungkuk mempersilahkannya. Dan ketika ia melangkahkan kaki ke dalam ruangan, Yukino terdiam dan melihat ke sekeliling ruangan yang tidak begitu besar tersebut.





Di dalam ruangan sudah ada beberapa orang yang menunggunya, termasuk Hiragawa Akihito. Hanya kurang dari satu menit Yukino terkejut. Ia dapat segera mengendalikan dirinya dengan segera memberi hormat pada sang ayah.





“Kau sudah tiba. Silahkan duduk, Yuki.”ujar Hiragawa Akihito dan Yukino berjalan untuk mengambil tempat di samping Kyu-Hyun. Karena hanya itu tempat yang tersisa untuknya.





Melihat lurus ke depan sang ayah tanpa melihat ke orang-orang di sekelilingnya, Yukino menunggu. Sementara sang ayah tersenyum lembut padanya.





“Keluarga Cho baru saja tiba siang ini dan ayah mengundang mereka untuk makan malam. Beri salam pada mereka, Yuki.”ujar sang Tuan besar pada putrinya yang tetap diam.





Mendengar perintah sang ayah, Yukino meluruskan tubuhnya dan mengangkat dagunya. Setelah itu ia segera membungkukkan tubuhnya dengan sopan dan anggun. “Konichiwa!”salam Yukino singkat yang membuat pasangan Cho ikut membungkukkan kepala mereka untuk membalas salam.





“Konichiwa, Yukino-san. Senang bisa bertemu kembali dengan anda.”ujar tuan Cho yang berusaha terdengar santai dan ramah di hadapan Yukino.





“Lama tidak bertemu, kau terlihat sangat baik.”kali ini Nyonya Cho yang berbicara dan ia terlihat tersenyum lembut. Sementara Yukino tertegun menatap wanita itu dengan wajah datar. Akan tetapi pada akhirnya, ia membalas senyum itu sekilas. “Senang bertemu dengan anda, Nyonya.”ujar Yukino seperti sedang menyapa rekan bisnisnya.





Pembicaraan mereka tidak berlanjut. Yukino telah kembali diam dan menunggu ayahnya menjelaskan apa maksud dari pertemuan ini. Pertemuan dengan orang-orang yang selama ini tidak diharapkannya akan bertemu kembali.





“Saya senang karena Yuki telah hadir disini. Kau pasti sangat terkejut karena ayah mengundang mereka semua. Ayah minta maaf karena tidak memberitahumu sebelumnya.”ujar Hiragawa Akihito untuk memulai.”tetapi, sebenarnya ini adalah undangan makan malam Tuan Muda Cho. Ia menggundang ayah dan tentunya kau, untuk datang. Dan ia mengundang kita berdua kesini untuk menyampaikan sesuatu hal yang penting.”





Hiragawa Akihito menghentikan kata-katanya beberapa saat, karena pelayan baru saja mengetuk pintu dan masuk untuk menghidangkan menu makan malam. Pria paruh baya itu tersenyum dan meletakkan beberapa hidangan di depan Tuan Muda Cho kecil, yaitu Cho Hyun yang duduk disebelahnya.





“Arigatou, Jiji.”ujar Hyun yang membuat Hiragawa Akihito tersenyum lebar dan mengangguk padanya.





Setelah para pelayan keluar, Hiragawa Akihito segera mempersilahkan semua yang ada di dalam ruangan untuk mencicipi hidangan mereka. bunyi gelak sumpit dan dentingan alat makan pun terdengar.





Kyu-Hyun menoleh untuk melihat Yukino yang duduk disampingnya. Pria itu tersenyum ketika melihat wanita disampingnya tersebut makan dengan tenang. “Makanlah yang banyak, Yuki.”bisik Kyu-Hyun lembut. Tetapi sayang sekali Yukino tidak menanggapinya.





Yukino tidak banyak bicara, atau lebih tepatnya, tidak sama sekali berbicara ataupun melihat pada yang lain.





Semua orang yang ada di ruangan telah menikmati makan malam dan hampir menghabiskan makanannya masing-masing. Melihat hal ini, Kyu-Hyun mulai meletakkan sumpitnya. Ia meluruskan punggungnya dan menarik nafas dalam-dalam.






Pelayan kembali masuk untuk mengambil sisa-sisa makan malam mereka, kemudian menyuguhkan teh hijau. Dan setelah para pelayan kembali meninggalkan ruangan, Kyu-Hyun membuka suaranya.





“Seperti yang telah dikatakan oleh oleh Hiragawa Otosan tadi. Aku mengundang kalian semua makan malam karena aku ingin menyampaikan sesuatu.”ujar Kyu-Hyun dengan suara bergetar.





Semua orang yang duduk di dalam ruangan kembali hening dan meletakkan cawan teh mereka. Kyu-Hyun bergerak-gerak tidak nyaman dalam posisi duduknya. Mungkin kakinya mulai kebas akibat duduk berlutut.





“Aku tidak akan berbasa-basi ataupun berbicara panjang lebar, karena jujur saja aku sangat gugup dan tidak tahu harus berbicara bagaimana. Tetapi, aku tetap berusaha menyampaikan maksudku dengan sopan dan tidak mengurangi rasa hormatku pada kalian semua sebagai orang tua.”Kyu-Hyun semakin gugup. Ia bahkan mulai mengepalkan kedua tangannya di atas pangkuan.





“Aku..”lanjut Kyu-Hyun dan ia terdiam sebentar untuk mendapatkan suaranya yang normal. “Aku sudah mengenal Yukino sejak lama. Dan seperti yang telah kalian ketahui, kami pernah menikah. Kami juga telah berpisah beberapa tahun, bahkan kami juga pernah bersitegang karena beberapa hal. Akan tetapi, aku menyukainya. Mencintainya. Sebelum dan setelah kami berpisah.”perlahan Kyu-Hyun mulai menemukan arah pembicaraannya. Kepercayaan dirinya mulai kembali dan ia dapat mengendalikan dirinya dari rasa gugup.





“Karena hal inilah aku meminta kalian semua datang. Aku ingin melamar Hiragawa Yukino. Melamarnya secara resmi di hadapan Otosan sebagai ayahnya dan di hadapan kedua orang tuaku. Aku ingin menikah dengan Yuki secara resmi.”lanjut Kyu-Hyun mantap dan Hiragawa Akihito tersenyum lebar.





“Kau ingin menikah dengan putriku?”Tanya Hiragawa Akihito.





“Ya, aku sangat mencintai putri anda, Otosan. Aku ingin hidup bersamanya. Aku tidak bisa berpisah lagi dengannya. Apakah anda akan memberi restu anda untuk kami?”





Hiragawa Akihito menatap lurus pada Kyu-Hyun. Menilai kesungguhan dari pria itu. “Aku sangat menyukaimu, Tuan Muda Cho. Akupun sudah mengetahui perasaanmu pada putriku. Jadi tentu saja aku akan memberi restuku pada kalian. Tetapi, semua keputusan ada pada putriku. Dan apakah Tuan dan Nyonya Cho juga setuju jika mereka menikah?”





Tuan Hiragawa tidak menatap putrinya, melainkan mengalihkan pandangannya pada pasangan Cho dihadapannya. Kedua orang tua itu tersenyum dan mengangguk setuju. “Kami akan sangat bahagia jika mereka menikah kembali.”ujar Nyonya Cho dan Tuan Cho mengiyakan.





“Terima kasih eomma. Terima kasih appa.”ujar Kyu-Hyun dengan senyum lebar. “Terima kasih, Otosan.”lanjutnya masih dengan senyum dan akhirnya ia menoleh pada wanita disampingnya. Wanita yang baru saja ia sebut dalam lamarannya.





Yukino diam dengan wajah tertunduk. Tangan kirinya yang berada di atas pangkuannya, dibawah meja, kini terkepal. Wajahnya sudah mengeras. Sementara tangan kanannya memegang cawan dengan gemetar.





“Yukino, aku tahu ini tiba-tiba dan sangat mengejutkan. Akan tetapi, aku tidak punya cara lain. Aku tidak bisa memberitahumu sebelumnya, karena aku tahu kau pasti akan sangat menolak. Oleh karena itulah, aku hanya membicarakan ini pada ayahmu dan meminta bantuannya untuk mengundangmu datang.”ujar Kyu-Hyun masih dengan senyum lembutnya dan kali ini ia menatap Yukino yang terdiam disisinya.





“Aku tahu sekali cara ini salah. Tetapi, aku tidak punya cara lain. Aku begitu mencintaimu dan tidak ingin lagi hidup terpisah denganmu. Maka aku memberanikan diri untuk melamarmu secara resmi di depan keluarga kita. Maaf jika aku terlalu langsung dan terdengar tidak romantis. Tapi, apakah kau mau menikah denganku, Yukino? Maukah kau menjadi istri dan ibu dari anak-anakku kelak?”ujar Kyu-Hyun lembut dan kepalan Yukino semakin keras. Hingga kuku jarinya terbenam dan menghujam telapak tangannya.





Wajah wanita cantik itu kini terangkat perlahan. Dagunya pun terangkat dan ia menatap lurus pada ayahnya. Membuat Kyu-Hyun menatapnya cemas.





“Aku bersedia.”





Mata Kyu-Hyun terbelalak dan ia semakin lekat menatap Yukino yang duduk disampingnya. Terkejut. Itulah yang dirasakan oleh Kyu-Hyun beserta segenap orang yang berada di dalam ruangan. Nafas mereka tercekat ketika Yukino mengemukakan jawabannya yang lugas.





“Yukino..”gumam Kyu-Hyun dan Hiragawa Akihito bersamaan dan dengan suara pelan.





“Aku bersedia. Aku akan menikah denganmu.”jawab Yukino sekali lagi dengan ekspresi wajah yang tidak berubah dan intonasi suara yang tidak naik ataupun turun.








TBC








Yah, inilah part 11. Hontouni sumimasen minna~ karena sudah membuat kalian menunggu begitu lama. Itu karena saya sedikit sibuk dengan beberapa hal. Dan tentu saja karena kemarin itu hari libur besar untuk saya.





Tapi, saya sepertinya menunda untuk mengakhiri cerita di part ini. Kenapa? Karena ternyata hasil ketikan jari saya telah sangat panjang, hampir 100 page in Ms. Word hanya untuk Part ini. So, saya membagi part ini menjadi dua bagian. ^^





Hem, walau sedikit terlambat, tapi saya ingin mengucapkan Selamat Natal untuk teman-teman yang merayakan. Dan Selamat tahun Baru 2015 untuk semuanya. Berharap di Tahun yang baru ini kita akan selalu diberkati dan diberikan segala hal terbaik.





Doumo Arigatou





–Hirooka-

38 comments on “Begin Again [Part 11]

  1. kenapa baru kamu post di blogmu hirookachan. padahal di blog sebelah sudah kamu post.
    maaf gak sempet komen di blog sbelah . coz kemarin kuota abis. hhihii.

    btw,, alurnya sepertiny makin panjang aja yah. konflikny nambah terus. kirain uda hampir ending. hihii..

    Like

  2. wlpn udah baca n komen di blog sebelah tapi gak afdol klo blm ke empunya…xixixixi
    pasti ada sesuatu..pasti ..gampang bgt si yukino jwb “iya” …pasti dechhh
    iya khan rey???hehehe

    Like

  3. Finally she say yesssss . Gereget luar biasa, kirain yuki bakal bilang engga, الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ ya =D◦нă*☺*нăă*☺*нăă◦ . Part ini luar biasa ngaduk” perasaan, pas awal berasa kasian bnget ama yuki kyaknya dia ga pernah ngerasa tenang ataupun bahagia tidur aja ga pernah nyenyak kyaknya emang dia kudu deket” trus ama hyun. Seneng ama akihito *bner kgak tuh, dia tetep ngedukung kyuhyun biar jdi ama yuki. Dia juga pngen anaknya bahagia kan ? Dan dia percayain kebahagian yuki ke kyuhyun ahh bahagianya. Seneng pas hyun ama yuki di acara sekolah itu, happy mommy and happy son =D◦нă*☺*нăă*☺*нăă◦ , itu yang omongan ke jin-ae nyelekit banget ya tpi biarin aja lah biar tau rasa  . Dikirain dia bkalan benci pas ngeliat tuan cho taunya masih tetap dingin. Penasaran ama ekspresi yuki pas bilang bersedia, bikin pov nya dia plisssss. Apa sbenernya dia gmeter makanya ngepel tangannya ? Apa yuki pengen nyoba buat hidup ama kyuhyun ? Dia bisa ngerasain kasih sayang dan “kehangatan” dri kyuhyun kan ? Makanya dia bersedia, ahh penasaran. Ga sabar nunggu pernikahan mreka. Kyuhyun and yukino berbahagialah =D◦нă*☺*нăă*☺*нăă◦ . Terimakasih atas updatenya unieeeee #huggggg

    Like

  4. Hhhhhhhhh yasalaaammm aku ngga nyangka yukino langsung terima gitu ajh tanpa ada penolakkan sama sekali dia lantang bilang ” aku bersedia ” aku terharu sumpah .. Dia bener” wanita yg ngga bisa di tebak dan .. Kamu pinter bgt thor membangun karakternya yukino, hidup bgt sumpah, baca FF kamu tuh berasa nnton drama jepang plus korea secara ngga langsung hahaha aku yakin selanjutnya pasti part ending yah ? Sedih sih udh ending .. Tapi gpp , dari pada terlalu banyak konflik di dalemnya hehe dan pastinya aku nunggu karya mu selanjutnya semangaaatttt :* jangan terlalu lama post part selanjutnyaa .. Aku tak sabaaarrrr ƪ(˘⌣˘)┐ƪ(˘⌣˘)ʃ┌(˘⌣˘)ʃ

    Like

  5. Terimakasih kaka masih mau melanjutkan ceritanya, aku pikir ini akan berhenti ditengah2 jalan, aku jadi penasarn dg expresi yukino setelah dilamar, itu expresi marah/senang? Semoga kehidupan mereka benar2 akan bahagia, aku senang dg ayah yukino yg menerima kyuhyun meskipun kyuhyun itu yg menyebankan yukino mejadi sperti sekarang #keep writting Happy new year kaka 🙂

    Like

  6. Astga….deg degan bnget…..
    smudah itu yukino mnerima lamaran kyuhyun….???
    Astga,,,
    jgn2 ada syarat yg harus kyuh lkukan dr yukino….
    apapun itu,senang bnget jika mrka mnikah lagi….
    uggghhh…
    so sweet dechhh….
    nect eonn…
    di tggu part nextnya….
    faighting……

    Like

  7. Finallyyyyyy aaaaaaa setelah sekian lamaaaa bolak balik cek akhirnya dipoasing jugaaaaa. Gila ya kaget banget yuki langsung nerima gitu aja. Yakin tuh? Biar greget yuki nya nolak dong eoooooonnn :3 *plak
    tetep bagus kaya biasanya kok eoooonn, dan aku paham kalo soal lama postingnya. Soalnya dpet ide cerita tuh emang nggak gampang apalagi kalo sibuk. tapi jujur ya eonn, menurutku part ini bagus tapi agak kurang greget gimana gituu. Mungkin karna nggak ada konflik yuki-kyuhyun kali yaaak. Ditunggu part berikutnya eoooonnn {{}}

    Like

  8. selalu tercengang baca tiap partnya.. dan tetap dan tetap keren bangeet.. karakternya yukino sumpaaah gak kuat.. hahaha 😀
    duh..duh..duh itu yukinonya nrima tapi kenapa aku malah takut gini ya??? takut yukino kenapa kenapa.. beneran penasarannya tingkat dewiiii 😮 duuhh semoga yukino beneran tulus mau nrima kyuhyun dan mulai mau berdamai dengan masa lalunya juga bahagia sama kyuhyun.. amiiin O:)
    untuk kelanjutannya semangat terus yah kak rei.. boleh minta publish cepet?? 😉 heheheh XD
    okailah tak apa hanya permintaan kecil.. kekeke~ pokoknya tetep semangat dan keepwriting okey 😉 aku selalu dan selalu menunggu kelanjutan ff mengagumkan ini kok 🙂 bye..

    Like

  9. wow, ada apa dengan yukino…
    bnarkah dia sdah menyadari klo dia suka sm kyuhyun….

    hmmt, mga bner aj. ah g bar liat mereka nikah. hyun sneng bgt kali ya…

    Like

  10. Kalo ada scene kyuhyun oppa ma hyun q selalu senyum2 sendiri liat kekonyolan mereka kadang jg sedih pas mereka berdua berbagi kesedihan bersama…ㅠㅠㅠㅠ #pelukmereka 😀
    N yukino always keren, q bnr2 suka wktu yukino bkin lawan bicaranya g berkutik kyk wktu ngobrol ma sensei-nya hyun kkk g kebayang deh wajah jin ae sensei ngadepin yukino yg super duper dingin
    Dan what??yukino bersedia??jjinja???
    Penasaran bgt knp akhirnya yukino mau nerima kyuhyun oppa…
    Huwwwwaaa ud mw tamat nih kykynya seneng sekaligus sedih q 😦
    D tunggu lanjutannya~ 😀

    Like

  11. what?!! awal2nya alurnya biasa aj ya, tp smpe akhir knapa yuki.. yukii..-_- ak akuin dpart ini kurang greget, ak lbih ska kyu yuki yg kya tom & jerry sebnernya 😀 kyu bner2 & bersungguh2 pen nikah ma yuki, it bgus aplg udh dpt restu dr kdua belah pihak orgtua, dlihat dr xpresi yuki tdi ak kira dy bkal nolak smpe banting meja..ehh trnyata yukinya bersedia-_- bner2 ga trbaca ni anak. y udh next deh.. ini msih ad 1part kan.. jan lama2 lho~ ak rutin cek ni blog buat liat update’an km^^ btw prince prosecutor msi ak tunggu^^ 화이팅!!

    Like

  12. tharu bgd kyuhyun mnta ijin ke hyun 😦
    aduh ini yuki bneran mw kn tnpa ad mksud aneh2 lg kya dlu…pgen di bnyakin adgan yuki-kyuhyun y rei…

    Like

  13. I miss this ff .. Diterima tapi itu beneran gak’ sich ak takut klo kyu bakal kecewa lagi .. Semoga enggak deh .. Ya ampun klo benar semoga bahagia yukino lupain masa lalu and happy ending deh^^ #Semangatfornextpart 🙂

    Like

  14. wow yuki nerima lamaran y kyuhyun,,, ngak ada maksud lain kan dr yuki atau rencana apa gt nerimanlamaran y kuuhyun???
    yuki nerima krn udah mau ngebuka hati y kan???
    Hyun ngegemesin bgt….

    Like

  15. aihh….tamat. epilog please. Kyu-Hye scene nya kurang masa? terus itu, selipin lemon nya lah Thor. wkwkw
    nice ending banget. K.E.R.E.N ^.~

    Like

  16. Ngakak baca part KyuHyun-Hyun
    Aduh bapak dan anak sama saja 😀
    Kenapa Yuki kayak trpaksa gitu nerima KyuHyun :3
    Lanjutkan perjuanganmu Bang 🙂
    Hihihi

    Like

  17. hei… lama sekali gak buka wordpress. tau2 udah ada END aja

    hemm … aku save dlu ya linknya. ntar klo ada waktu baca trus kasih komeng

    slamat ya udh END lagi ckh-yuki nya 😀

    Like

  18. Pingback: REKOMENDASI FANFICTION | evilkyu0203

  19. hyakkkk…seperti menahan sesuatu y yuki..dia diprma juga
    tp q jd dilema sama aiden lee..kasihan alo dia jombpo trs seumur hidup..dia sama aku sajaaa

    Like

  20. Pingback: rekoemndasi ff kyuhyun | choihyunyoo

  21. Kyuhyun dan Tn. Hiragawa terkejut dengan jawaban yang dibrrikan oleh yukino. Sama,akupun juga ikut terkejut. Aku gak nyangka kalo yukino akan secepat itu menyetujuinya,aku berpikir akan ada perdebatan sedikit a lot sebelum yukino menyetujuinya

    Like

Leave a comment